oleh: Cyndia Ukhti Isti Angeli dan direview oleh: Restu Wijayanti
Sepsis kini menjadi permasalahan kesehatan utama yang perlu mendapat perhatian karena sepsis merupakan kondisi mengancam jiwa pada anak terlepas dari berbagai penyakit lain yang menyertainya (Roeslani, Amir, & Nasrulloh, 2013). Jika sepsis tidak segera ditangani maka akan mengakibatkan kerusakan berbagai organ dan berujung pada kematian. Pada ruang Intensive Care Unit di dunia pun sepsis masih menjadi penyebab kematian terbanyak (Ramond & Anand, 2005) dan angka insidennya diperkirakan akan terus meningkat (Oscar, et al., 2006).
Diagnosis sepsis harus ditegakkan dengan cepat, dini, dan akurat karena sepsis merupakan keadaan emergensi yang membutuhkan terapi sesegera mungkin. Akan tetapi diagnosa sepsis terlalu sulit jika hanya diberdasarkan gejala klinis yang ada. Selain itu, diagnosa awal sepsis sering kali sulit untuk ditegakkan karena faktor risiko dan gejala klinis sepsis yang muncul sangat beragam (Liesenfeld, Lehan, Hunfeld, & Kost, 2014).
Perawat memiliki peran yang besar dalam proses diagnosis sepsis neonatorum, salah satu perannya adalah dalam hal monitoring neonatus. NICU (Neonatal Intensive Care Unit) merupakan ruang intensif dengan monitoring yang ketat, perubahan neonatus sebagai pasien per detiknya harus terdokumentasikan. Dalam hal ini perawat memiliki peran melakukan monitoring karena perawat berada disamping pasien dalam 24 jam. Diagnosis sepsis neonatorum murni dilakukan oleh dokter, akan tetapi dokter mendiagnosis sepsis neonatorum berdasarkan laporan monitoring perawat terhadap faktor risiko dan tanda gejala pasien yang mengarah pada sepsis neonatorum. Setelahnya, penatalaksanaan yang dilakukan pada sepsis nonatorum dilakukan dengan kolaboratif.
Neonatus atau bayi baru lahir sangat rentan mengalami infeksi dikarenakan oleh rendahnya imunitas non-spesifik (inflamasi) dan imunitas spesifik (humoral), hal tersebut dapat dilihat dari rendahnya fagositosis, keterlambatan respon kemotaksis, respon yang minimal atau bahkan tidak adanya IgA (Imunoglobulin A) dan IgM (Imunoglobulin M), serta rendahnya kadar komplemen. Neonatus normal seharusnya memiliki respon saat terdapat patogen masuk, pada neonatus dnegan imunitas yang rendah tidak ada reaksi inflamasi lokal pada pintu masuk yang menandakan terjadinya infeksi, tanda dan gejala yang timbul minimal dan cenderung tidak jelas serta nonspesifik, hal tersebut yang mengakibatkan terlambatnya diagnosis sepsis yang berakibat pada pemberian tata laksana yang juga terlambat (Wong, et al., 2009).
Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yakni SNAD (Sepsis Neonatorum Awitan Dini / early-onset neonatal sepsis) dan SNAL (Sepsis Neonatorum Awitan Lambat / late-onset neonatal sepsis) (Gomella, 2009). SNAD merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode postnatal yaitu neonatus yang berumur 0-72 jam) proses transmisi pada SNAD ini biasa disebut dengan transmisi vertikal. Sedangkan SNAL merupakan infeksi infesi yang terjadi pada neontaus yang berumur >72 jam dan biasanya diperoleh dari lingkungan sekitar, proses transmisi ini biasa disebut dengan transmisi horizontal (Depkes, 2007).
Tenaga kesehatan, salah satunya perawat, diharapkan dapat mengenali manifestasi klinis spesis neonatorum karena diagnosis dini sangat penting dilakukan untuk meningkatkan harapan hidup neonatus untuk bertahan serta mengurangi kemungkinan kerusakan neurologis yang permanen. Upaya pengenalan manifestasi klinis spesis neonatorum yang ditemukan pada sepsis neonatal meliputi tanda umum, sistem sirkulasi, sistem respirasi, sistem saraf pusat, sistem gastrointestinal dan sistem hemopoietika (Wong, et al., 2009).
Tabel 1. Manifestasi yang Ditemukan pada Sepsis Neonatorum. Source : Wong, et al. (2009)
Tanda Umum: | Sistem Saraf Pusat: |
- Bayi biasanya “tidak sehat” Kontrol suhu buruk; hipotermia, hipertermia (jarang) | - Aktivitas menurun; letargi, hiporefleksia, koma - Aktivitas bertambah; irittabilitas, tremor, kejang, fontanela penuh - Peningkatan atau penurunan tonus - Gerakan mata abnormal |
Sistem Sirkulasi: | Sistem Gastrointestinal: |
- Pucat, sianosis atau berbercak - Kulit dingin dan basah - Hipotensi - Edema - Denyut jantung tidak teratur; brakikardi, takikardi | - Selera makan buruk - Muntah - Diare berkurang - Distensi abdomen - Hepatomegali - Darah samar positif |
Sistem Respirasi: | Sistem Hemopoietika: |
- Respirasi tidak teratur; apneu, takipneu - Sianosis - Grunting - Dispnea - Retraksi | - Jaundis - Pucat - Petekie, ekimosis - Splenomegali |
Selain itu, tenaga kesehatan juga harus mampu mengenali faktor risiko terjadinya sepsis pada neonatus. Faktor risiko yang menjadi penyebab neonatus mengalami sepsis neonatorum bersifat multifaktoral lebih banyak terjadi pada bayi kurang bulan dan bayi dengan BBLR. Selain itu insiden kejadian sepsis neonatorum dipengaruhi oleh beberapa faktor lain seperti proses persalinan, usia kehamilan, jenis kelamin laki-laki 4x lebih mudah terinfeksi, dan juga standar perawatan neonatus (Kardana, 2011).Source : Wong, et al. (2009).
Tabel 2. Faktor Risiko Sepsis Neonatorum
Faktor Risiko Mayor | Faktor Risiko Minor |
---|---|
Ketuban pecah > 24 jam | Ketuban pecah > 12 jam |
Ibu dema intrapartum >38 C | Ibu demam intrapartum >37,5 C |
Denyut jantung janin menetap > 160 x/menit | Nilai APGAR rendah (menit ke-1 < 5; menit ke-5 < 7) |
Koriamniotis | BBLSR < 1500 gram |
Ketuban berbau | Usia gestasi < 37 minggu |
Kehamilan ganda | |
Keputihan yang tidak diobati | |
ISK pada ibu yang tidak diobati |
Sumber : Pedoman pelayanan medis IKA FK Unud (2011)
Perawat di ruangan NICU diharapkan dapat memberikan pelayanan dan perawatan yang optimum untuk bayi-bayi baru lahir dalam keadaan gawat darurat dimana keadaannya sewaktu-waktu dapat meninggal. Dalam lingkup perawatan kritis, perawat tidak hanya berperan dalam melakukan observasi, pemantauan tanda-tanda klinis, pemberian antibiotik dan resusitasi cairan, namun juga terlibat dalam melakukan pemantauan status hemodinamik dan pemberian agen vasoaktif. Peran perawat tidak akan terhenti dengan hadirnya tim medis, karena penanganan terhadap pasien kritis akan berhasil melalui integrasi kolaboratif antara keterampilan dan keahlian dari semua multidisiplin tim kesehatan (Aitken, et al., 2011).
Pentingnya penanganan sepsis yang baik serta pemahaman mengenai faktor risiko sepsis neonatorum berdasarkan waktu kejadian harus dimiliki oleh tenaga kesehatan sebagai upaya pencegahan dengan optimal pada penyakit sepsis khususnya pada neonatus.
Pustaka
- Depkes RI. 2007. Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta
- Kyle, Terri., Carman, Susan. 2015. Buku Ajar Keperawatan Pediatri. Edisi 2. Lipincot William and Wilkins.
- Liesenfeld O, Lehman L, Hunfeld KP, Kost G. Molecular Diagnois of Sepsis: New Aspects and Recent Developments. Eur J Microb Immunol. 2014;4(1):1-25.
- Roeslani, R. D., Amir, I., & Nasrulloh, M. H. (2013). Penelitian Awal: Faktor Risiko Pada Sepsis Neonatorum Awitan Dini, 14(6), 363–368.