oleh: Restu Wijayanti
Central Line Associated Blood Stream Infection (CLABSI) didefinisikan oleh CDC sebagai infeksi aliran darah yang dikonfirmasi oleh hasil laboratorium yang terjadi dalam 48 jam sebelum berkembang menjadi bakteremia, dan tidak terkait dengan infeksi di bagian lain (Haddadin & Regunath, 2017). Dalam Permenkes RI (2017) CLABSI diartikan sebagai infeksi aliran arah yang terjadi pada pasien yang menggunakan alat kateter vena sentral dalam 48 jam dan ditemukan tanda atau gejala infeksi yang dibuktikan dengan hasil kultur positif bakteri patogen yang tidak berhubungan dengan infeksi pada organ tubuh yang lain serta bukan infeksi sekunder.
Alur kontaminasi CLABSI berdasarkan penelitian Khairunnisa (2014) adalah sebagai berikut: setelah kateter masuk ke dalam pembuluh darah, permukaan kateter akan dilapisi oleh protein plasma dan membentuk selubung fibrin. Saat mikroorganisme masuk melalui rute intraluminal maupun ekstraluminal, mikroorganisme tersebut akan melekat pada ujung kateter menghasilkan biofilm sebagai pelindung dari sistem imun (polimorfonuklear/ PMN) dan antibiotik. Jika imunitas baik, mikroorganisme yang beredar dalam pembuluh darah dapat difagositosit oleh PMN dan leukosit, namun jika imunitas tubuh menurun dapat terjadi infeksi yang sistemik.
Gambar Alur Kontaminasi CLABSI (Permenkes RI, 2017)
Dalam beberapa literatur, terdapat sejumlah faktor risiko yang dihubungkan dengan kejadian CLABSI pada neonatus, CLABSI Toolkit JCI (2013) membaginya menjadi dua, yaitu faktor risiko intrinsik dan faktor risiko ekstrinsik.
- Faktor risiko intrinsik
Faktor risiko intrinsik berasal dari kondisi neonatus itu sendiri, diantaranya usia gestasi kurang dari 37 minggu (prematur) dan bayi dengan berat badan lahir yang rendah (BBLR). Sistim imunitas bayi prematur memiliki karakteristik adhesi neutrofil-endotelial yang rendah, komplemen faktor yang kurang, serta imaturitas sistim fagositosis mononuklear, sehingga bayi prematur sangat rentan terhadap infeksi (Rosado et al, 2017). Selain itu beberapa kondisi atau penyakit yang terjadi pada neonatus seperti Respiratory Distress Syndrom (RDS) dianggap pula sebagai salah satu faktor risiko intrinsik yang berhubungan dengan kejadian CLABSI. Dalam Cloherty, Eichenwald, & Stark (2012) dikatakn bahwa kurangnya suplai O2 pada neonatus dengan RDS dapat mengakibatkan tidak optimalnya fungsi sel, bahkan menyebabkan kematian sel, sehingga turut melemahkan perlawanan sel terhadap invasi mikroorganisme.
- Faktor risiko ekstrinsik
Faktor risiko ekstrinsik yang dihubungkan dengan kejadian CLABSI merupakan faktor yang berasal dari luar neonatus, salah satunya jenis kateter vena sentral. Studi yang dilakukan oleh de Brito et al (2010) menyebutkan bahwa PICC memiliki risiko tertinggi yang berhubungan dengan CLABSI dibandingkan kateter umbilikal maupun jenis kateter yang lain. Namun penelitian Arnts et al (2014) justru menyatakan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara PICC dengan kateter umbilikal. Faktor berikutnya adalah durasi pemasangan kateter vena sentral. Penelitian Wen et al (2017) mengatakan hal bahwa penggunaan PICC 20-40 hari memiliki risiko CLABSI lebih tinggi daripada PICC yang dilepas atau diganti sebelum 20 hari.
CLABSI merupakan infeksi yang didapat selama masa perawatan di RS, sehingga tindakan pencegahannya sangat penting untuk dilakukan. Pencegahan dapat dilakukan secara farmakologis maupun non farmakologis. Perawat dapat melakukan pencegahan CLABSI non farmakologis secara mandiri maupun kolaboratif. Beberapa intervensi mandiri yang dapat dilakukan oleh perawat diantaranya dengan pemasangan dan perawatan sterile barier di area insersi kateter vena sentral secara optimal, pengkajian harian pada pasien yang terpasang kateter vena sentral, serta penggunaan chlorhexidine gluconate untuk antiseptik kulit (Cooley and Grady, 2009; Curry et al, 2009; Taylor et al, 2011; Helder et al, 2013). Rekomendasi pencegahan CLABSI menurut CDC dalam Strategies to Prevent CLABSI in Acute Care Hospitals (2014) diantaranya adalah dengan mengikuti standar pemasangan yang ada, penanganan dan pemeliharaan kateter vena sentral yang tepat, serta melepas kateter vena sentral yang tak lagi digunakan sesegera mungkin.
Sedangkan pencegahan farmakologis merupakan tindakan kolaboratif yang dapat dilakukan dokter dan perawat. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa antibiotik empiris dapat melindungi dari infeksi yang disebabkan bakteri gram positif dan gram negatif yang umum, dengan tetap memperhatikan kemungkinan infeksi yang disebabkan adanya resistensi terhadap penyebab lain (Hooven & Pollin, 2014).
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada neonatus, perawat juga memiliki peran untuk mendampingi neonatus dalam proses adaptasi terhadap lingkungannya yang bertujuan untuk mencapai dan mempertahankan status kesehatan yang optimal dan outcome yang diharapkan. Menurut Hartman et al, elemen penting yang perlu diperhatikan perawat dalam memberikan asuhan pada neonatus yang terpasang kateter vena sentral dan sebagai pencegahan kejadian CLABSI, diantaranya:
- Pemeliharaan stabilitas fisiologis dan pertumbuhan
Imaturitas sistim imun merupakan salah satu konteks penting dalam CLABSI. Ketika neonatus terpapar bakteri patogen, neonatus tidak memiliki respon imunitas yang cukup untuk melawannya. Peran perawat adalah memelihara energi yang diperlukan neonatus (terutama bayi prematur dan BBLR) dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, salah satunya melalui pencegahan infeksi dengan melakukan hand hygiene yang benar dan melakukan pemeliharaan kateter vena sentral dengan tepat.
- Meminimalisir structural injury
Karakteristik kulit neonatus yang tipis dan permeabel mengakibatkan mudahnya terkena injury saat dilakukan pemasangan akses vena perifer maupun sentral. Hal ini meningkatkan pula risiko infeksi pada neonatus. Peran perawat dalam hal ini adalah menjaga integritas kulit dengan optimalisasi penggunaan skin barier dalam dressing kateter vena sentral, termasuk didalamnya penggunaan teknik aseptik pada seluruh tindakan invasif dan melakukan hand hygiene yang benar.
- Pemeliharaan neurodevelopmental competence
Bayi prematur memiliki imaturitas dalam sistem neurologis. Saat neonatus terpapar infeksi, neonatus akan mengalami konsekuensi neurologis baik jangka pendek maupun jangka panjang, yang akan berpengaruh pada perkembangannya dimasa yang akan datang. Dalam hal ini perawat berperan dalam mendukung perkembangan neurodevelopmental, dengan cara meminimalisir stres dengan membatasi tindakan yang dilakukan serta mencegah neonatus mengalami stimulasi berlebihan, terutama dalam tindakan invasif, salah satunya pemasangan kateter vena sentral.
- Pemeliharaan terhadap sistem keluarga yang stabil
Perawat berperan dalam memberikan edukasi pada orang tua, melibatkan orang tua dalam perawatan pasien, dan memfasilitasi orang tua dan bayi melakukan bonding attachment. Neonatus yang mengalami CLABSI dapat menjadi stressor tersendiri bagi keluarga yang dapat memengaruhi stabilitas serta interaksi keluarga dengan neonatus. Oleh karenanya pencegahan CLABSI merupakan bagian vital dalam pemeliharaan sistim keluarga yang stabil.
Selain hal-hal diatas, perawat dapat melakukan upaya pencegahan terhadap kejadian CLABSI dengan menerapkan bundle pencegahan CLABSI yang direkomendasikan CDC. Adapun lembar ceklis pencegahan CLABSI dapat didownload melalui link berikut: Lembar Ceklis CLABSI